Kenapa Harus Cengeng?


Malam ini saya kembali menangis, beberapa hari ini saya memang tidak pernah menangis.  Seperti bukan saya rasanya. Mungkin karena begitu hecticnya saya sampai tidak punya waktu untuk menangis, saking letihnya saya keburu terlelap dibalik naungan selimut saya sebelum air mata saya sempat menetes, saking banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan sampai-sampai menghambat air mata saya untuk tumpah.  Padahal, seharusnya tekanan-tekanan kemarin membuat air mata saya tumpah ruah, seperti biasanya.

Saya merasa semakin kuat…  Kuat menghalau kecengengan saya untuk hal-hal yang tidak perlu ditangisi.  Tapi, seiring dengan menguatnya hati ini, segenap perasaan takut menjalar.  Saya takut kelak saat semakin kuat, saya lupa untuk menangis.  Menangisi hal-hal yang seharusnya memang perlu untuk ditangisi.

Tapi, alhamdulillah malam ini saya masih bisa menangis.  Bukan hal yang sepele, sama sekali bukan.  Kemarin-kemarin, boleh saja saya menjadi galau karena hal-hal kecil, menjadi panik hanya karena hal-hal sepele.  Tapi, hari ini, dan hari esok saya tidak mau menghamburkan air mata saya hanya untuk hal-hal sepele.

Salah seorang teman pernah mengingatkan, “Umar bin Khatab yang keras juga sering nangis habis masuk Islam, tapi nangisnya karena inget dosa sama kematian.  Kalo karena hal sepele aja kayaknya nggak usah nangis.”

Omongan ini bener-bener ngena, jadi peringatan buat orang-orang yang cengeng tidak pada tempatnya seperti saya.

2 Responses so far »

  1. 1

    saidiblogger said,

    Salam kenal. Tulisannya bagus. kunjungan balik ya..

  2. 2

    miraayuningtyas said,

    sama2
    makasih…

    oke2


Comment RSS · TrackBack URI

Leave a comment